Archive for Mei, 2008

Aku Menuggumu…

“Afwan Ukhti, semoga ini tidak melukai Anti dan keluarga Anti. Ana pikir sudah saatnya ana memberi keputusan tentang proses kita. Ya….seperti yang Anti ketahui bahwa selama ini ana telah berusaha melobi orang tua dengan beragam cara. Mulai dari memahamkan konsep nikah ‘vesi’ kita, memperkenalkan Anti pada mereka hingga melibatkan orang yang paling ayah percaya untuk membujuk ayah agar mengizinkan ana untuk menikahi Anti. Namun hingga sekarang nggak ada tanda-tanda mereka akan melunak, jadi menurut ana….sebaiknya ana mundur saja dari proses ini!” Dana diam sejenak untuk menunggu respon dari seberang, tapi hingga beberapa detik tidak ada tanggapan. “Perlu Anti ketahui bahwa orang tua ana sebenarnya sudah tidak keberatan dengan Anti. Hanya saja timingnya yang belum tepat. Ayah ana khawatir ana tidak mampu menafkahi Anti jika belum bekerja. Apalagi Anti juga masih kuliah. Jadi ana rasa, ahsan kita nggak ada komitmen dulu hingga keadaannya membaik! Anti nggak keberatan khan, Ukhti?”

“Keberatan….?Alhamdulillah nggak! Namun kalau ana boleh kasih saran; apa tidak lebih baik kalau kita terus melobi sambil tetap proses saja. Soalnya khan kita sudah mantap satu sama lain, nggak enak kalau mundur di saat seperi ini. Apalagi permasalahannya sudah mulai mengerucut ke arah ma’isyah saja. Anta pasti masih ingat gimana sulitnya start awal kita membujuk orang tua, rasanya semua kriteria kita ditolak. Segala keterbatasan kita jadi aib yang sangat besar, pokoknya semua jalan sepertinya sudah tertutup rapat. Namun kenyataannya hanya dalam waktu dua minggu kita bisa mengeliminir semua syarat menjadi satu syarat saja: PEKERJAAN!” Dini, gadis tegar itu akhirnya bicara juga. “Akhi….kita hanya tinggal selangkah, tetaplah berikhtiar dan jangan putus asa. Bukankah Allah Maha membolak-balikkan hati?”

“Benar, ana paham soal itu, ana memang akan tetap melobi orang tua ana, akan tetapi kalau kita terikat, ana khawatir menghalangi Anti proses dengan ikhwan lain yang lebih kaffaah dari ana. Lagi pula ana khawatir tidak bisa menjaga hati.”

“Takut menghalangi ana untuk proses dengan ikhwan lain? Itu khan urusan Allah bukan urusan Anta! Kewajiban Anta sekarang adalah berjuang mempertahankan sesuatu yang Anta sudah mantap dengannya. Hasil istikharah itu nggak mungkin salah. Tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya saja.” Hening sejenak…

”Ya…tapi kalau memang Akhi sudah merasa syak terhadap ana dan mantap untuk mundur, alhamdulillah. Insyaallah ana akan dukung sepenuhnya.”

“Nggak!” Reflek Dana berteriak. “Astaghfirullah al-‘adzim, afwan maksud ana, ana -sama dengan keluarga ana- sudah tidak ada syak pada Anti. Kami sangat menyukai Anti dan keluarga Anti. Selain itu ana juga takut perasaan ini semakin dalam. Ana ini hanya hamba yang dhoif yang masih kesulitan mengekang hawa nafsu.” Dana berhenti lagi, dadanya terasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ia merasa malu pada Allah atas kelalaiannya. Jatuh cinta!

“Halo…!!” Dini merasa Dana diam terlalu lama. Dia tidak tahu kalau pemuda itu sedang menangis. Tapi dia mengerti apa yang sedang terjadi padanya. “Ya udah…kalau begitu sekarang kita sepakat untuk membatalkan proses ini!! Setelah ini Insyaallah kita tidak akan lagi berhubungan kecuali untuk keperluan syari yang sangat darurat, iya kan?” Dini sengaja memberi jeda agar Dana bicara, tapi ikhwan itu memilih terus diam.

“Akhi…kita tetap baik ya! Silaturahmi dengan keluarga harus tetap dijaga, jangan suudzon pada ayah dan bunda karena bisa jadi keputusan mereka adalah salah satu jalan Allah untuk menguji kita.” Dini berhenti lagi tapi Dana masih enggan berkomentar. “La tahzan, ya Akhi… Insyaallah kalau kita niatkan semuanya demi keridhaan Allah, maka Dia akan mencatat bagi kita pahala yang besar. Afwan jika selama proses ta’aruf ini… ana, teman-teman dan keluarga ana banyak melakukan kekhilafan. Ana mewakili mereka dan diri ana sendiri untuk memohon maaf pada Anta. Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar…” Samar, Dini mendengar isak tangis di seberang. Dia nyaris tidak percaya…

“Semoga ini bisa menjadi mahar cinta kita pada Allah dan semoga Akhi mendapat ganti yang lebih baik… Amin.” Suara isak tangis makin terdengar jelas.

“Akhi… kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, tafadhol diakhiri!” tidak ada tanggapan.

“Hallo…!!?. Ya udah, kalau gitu biar ana yang tutup telponnya, ya…?” Sepi. “Assalamualikum!” Klik. Percakapan di antara mereka berakhir, tapi Dana baru menyadarinya. Dia segera bergegas mengambil air wudhu dan salat. Jujur, sebenarnya dia sudah sangat mantap dengan mantan calon istrinya itu… Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan akhwat itu kalau dirinya belum bisa menafkahi dengan layak. Padahal Dini dan keluarganya tidak mempermasalahkan tentang hal itu. Mereka sangat welcome padanya. Ah… mungkin ini sudah takdirnya. Mungkin Allah melihat bahwa akhwat itu terlalu baik untuk dirinya. Mungkin seharusnya akhwat sekaliber dia, mendapatkan ikhwan yang jauh lebih baik dari dirinya. Dia benar-benar merasa tidak level!!

“Ya… ikhwan lemah sepertiku, mana mungkin mendapatkan seorang Dini. Populer tapi tetap rendah hati, tegar, bijaksana, wara’, zuhud, qonita, qonaah… Pokoknya semua sifat baik ada padanya. Sedangkan aku… Naudzubillah mindzalik, semoga aku nggak akan menyakiti akhwat lain setelah ini. Astaghfirullah al-‘azhim… apa yang telah kusombongkan selama ini? sudah ikut Mulazamah bertahun-tahun tapi masih belum berani mengamalkan ilmu yang didapat sedikit pun. Katanya percaya bahwa orang yang menikah pasti akan dijamin rizqinya oleh Allah, ternyata aku tidak lebih hanya seorang ikhwan yang pengecut.” Dana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa tak berarti. “Dulu.., aku pernah begitu khusyu’ berdoa pada Allah agar dipertemukan dengan akhwat salihah yang tidak banyak permintaan seperti dia. Sekarang ketika sudah dapat, malah kusia-siakan. Kini aku sadar bahwa Allah selalu mengabulkan permohonan hamba-Nya. Manusialah yang selalu kufur pada Rabb-nya.”

-000-

Di tempat yang berbeda, Dini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dia tetap ceria seperti biasanya. Ya… seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kecewa jelas ada, karena Dini juga hanya manusia biasa. Namun dia bisa mengemas kekecewaannya dengan manis, membuat kesedihannya menjadi sesuatu yang lumrah dari proses kehidupan. Dia percaya bahwa hatinya tidak mungkin berbohong dan janji Allah pasti terjadi. Maka sesulit apa pun kondisi yang dihadapinya saat itu, dia mencoba untuk tetap tersenyum. Jujur, aku bangga padanya. “Aku sudah mantap dengannya, Kak. Aku yakin dialah jodohku. Aku akan terus menunggunya…”

-000-

Sepekan kemudian, Dana menitipkan biodata ikhwan lain yang merupakan teman dekatnya untuk diberikan pada Dini. Menurutnya ikhwan itu bisa membahagiakan Dini karena sudah matang dan punya pekerjaan tetap. Jelas, aku tahu bahwa pendapatnya keliru. Dini bukan mengharap ikhwan yang matang dan mapan. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja. Diniku tidak akan bahagia hanya dengan harta dan tahta. Namun, tak urung kuterima juga biodata itu. Dan bisa ditebak, bagaimana reaksi Dini saat kuberikan empat lembar kertas berukuran A4 itu. Dini menggeleng pasti.

“Anti coba istikharah dulu. Barangkali semuanya bisa berubah..” bujukku.

Jazaakumullah khoir, tapi… afwan tolong jangan paksa ana, Kak!”

-000-

Ikhwah fillah, mungkin sebagian Anda akan menganggap Dana sebagaimana penilaian Dana terhadap dirinya sendiri. Pengecut, munafik, jahil dan sifat-sifat buruk yang lainnya. Tapi bagi saya, Dana tidaklah seburuk itu. Justru sebaliknya, Dana dalam pandangan saya adalah ikhwan yang hanif. Dia berani mengambil risiko dengan mundur dari proses dan memilih untuk bersabar melawan nafsunya. Padahal kalau dia mau, dengan sikap Dini yang penurut, dia bisa saja minta untuk tetap meneruskan hubungan dengan gadis pilihannya itu. Namun dia tahu bahwa di atas segalanya, Allahlah yang patut untuk lebih dicintai.

Dana yakin bahwa jodoh adalah kekuasaan Allah dan Dia telah menetapkannya lima puluh ribu tahun sebelum semesta ada. Dia tahu kalau jodoh pasti akan ketemu lagi, bagaimanapun caranya. Mungkin Dini tidak akan pernah tahu kalau biodata yang kusodorkan kemarin adalah kiriman Dana. Mungkin Dana juga tidak akan pernah tahu kalau ternyata Dini akan terus menunggunya. Dan mereka juga tidak boleh tahu bahwa diam-diam aku selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Entah bagaimana ending kisah ini nantinya, yang pasti aku selalu berharap agar masing-masing dari mereka mendapatkan ganti yang lebih baik. Segera…

-000-

29 Nopember 2005

Untuk semua ikhwah yang sedang menunggu, sabar ya…

Disarikan dari Kisahnyata Majalah Nikah Februari 2006 dicuplik dari http://www.arifardiyansah.wordpress.com

Leave a comment »

Pulanglah Suamiku

Pulanglah Suamiku


Rumah tangga bahagia adalah impian setiap wanita. Sayang, kadang impian itu tinggal impian, dan susah diwujudkan. Kisahku ini hanyalah satu contoh bahtera rumah tangga yang terpaksa kandas, dan menyisakan kepedihan.

Setelah sekolahku selesai, sebagai gadis aku pun merindukan untuk segera menikah. Setahun sudah aku menganggur, sembari menanti datangnya pinangan pangeran idaman.

Suatu hari, ada juga sang pangeran yang meminangku. Bahagia rasa hati ini setelah sekian lama menanti. Apalagi, kedua pihak keluarga merestui hubungan kami. Namun. qadarullah, tiada kami sangka, hubungan kami kandas kala akad nikah akan dilangsungkan. Ternyata kami belum berjodoh.

Allah adalah Maha di atas Maha. Dialah yang menentukan nasib hamba-Nya. Manusia hanya bisa berencana dan berikhtiar, dan hanya Allah yang mampu memuluskannya.

Setelah kandas dengan pangeran pertama, datang jugalah pangeran yang kedua. Sayang, kali ini sang pangeran mengaku bila dia sudah dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya, akan tetapi dia tidak suka. Sang gadis sedang menunggu ketegasan sikapnya.

Kepadaku dan keluargaku dia mengungkapkan, bila aku bersedia menerima lamarannya, maka ia akan segera ‘melepaskan’ gadis pilihan orang tuanya. Berdiri tegak bagaikan patung aku saat itu, tanpa mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Hatiku gamang. Memang kedatangan pangeran adalah dambaan, akan tetapi akankah begitu tega diriku menerima lamaran itu? Ada gadis lain yang sedang menanti jawabannya. Sebagai sesama wanita, rasanya hatiku pun akan sakit jika menempati posisinya. Akhirnya, pangeran kedua ini pun pulang dengan tangan hampa.

Seminggu setelah lamaran itu, datanglah pos mengantarkan risalah (surat) buatku. Ternyata surat itu datang dari sahabat karib pangeran kedua. Mulailah kubuka lembarannya satu per satu. Astaghfirullah, alhamdulillah, subhanallah, aku tidak tahu lantunan yang manakah yang pantas aku lontarkan saat itu. Dia mengirimkan surat lamaran buatku dan seminggu lagi akan datang mengurus semuanya. Ini sungguh kejutan buatku karena sebelumnya aku tidak mengenalnya.

Hari demi hari berlalu begitu lama, sepertinya aku tak sabar lagi menanti kedatangannya. Maka tibalah hari yang dijanjikan. Singkat cerita, dengan proses yang tergolong singkat, kami pun menikah. Alhamdulillah Allah memudahkan segalanya, walau sebelumnya kami belum saling mengenal.

Masa awal pernikahan itulah masa pacaran kami. Suka duka kami jalani bersama. Kebersamaan itu kami jalani hingga 20 hari. Berhubung masa cuti suamiku sudah habis, dia pun harus kembali ke negeri orang untuk mencari nafkah. Ya, suamiku adalah TKI, dan kami pun harus berpisah untuk sementara waktu. Maka kulepaskanlah suamiku. Linangan air mataku mengiringi langkahnya menaiki pesawat yang akan membawanya.

Setelah delapan bulan berlalu, suamiku tercinta pun pulang dan mempersiapkan keberangkatanku ikut bersamanya. Rasa ketidaktegaan orangtuaku ditandai dengan air mata, tapi apa daya aku harus mengikuti dan lebih memilih suamiku. Bersama suamiku kutinggalkan kampung halaman yang penuh kenangan.

Mulailah aku beradaptasi di negeri orang. Aku tinggal serumah dengan suamiku. Kebahagiaan pernikahan yang selama ini tertunda, kini telah mengiringi keseharian kami. Buah dari kebahagiaan kami, ditandai dengan tumbuhnya si kecil dalam rahimku. Entah kenapa tubuh ini semakin lemah, dan bawaannya pingin ngidam terus. Alhamdulillah, suamiku begitu sabar menuruti semua kemauanku, malam pun rela keluar mencari sesuatu untuk kami.

Setelah 6 bulan usia kandunganku, suamiku berkeinginan supaya buah hati kami lahir di kampungku. Maka mulailah dia mengurus semuanya. Pemberangkatan pun dimulai.

Perjalanan berjalan lancar, dan sampai juga kami di kampung yang kurindui. Sambutan hangat aku terima dari pihak keluargaku. Sebulan kemudian suamiku berangkat lagi, dan akan kembali saat kelahiran anak kami.

Setelah kandunganku memasuki usia 9 bulan, suamiku menepati janjinya untuk datang dan menunggui kelahiran si kecil. Alhamdulillah, anak kami lahir dengan selamat. Seorang bayi laki-laki yang montok dan lucu telah melengkapi kebahagiaan kami.

Seminggu sudah usia anak kami, maka seminggu pula dia melihat ayahnya. Setelah itu, kesendirian kembali mengiringi perjalanan hidupku, akan tetapi kehadiran si kecil sedikit menghibur kegundahan hati.

Kerinduanku pada suami hanya bisa kupendam hingga anak kami berusia setahun. Alhamdulillah, kerinduan ini terobati dengan kepulangannya. Kali ini, tidak seperti biasanya, ia mengajak kami tinggal bersama kedua orang tuanya. Kira-kira dua minggu aku berada di rumah mertua bersama suamiku.

Setelah dua minggu, akhirnya kami harus ditinggal lagi. Aku tinggal di rumah mertua tanpa suamiku. Di sinilah awal penderitaanku. Tanpa suamiku di sisiku, aku tak bisa hidup tenang di tengah keluarganya. Entahlah mengapa aku nyaris tak punya harga diri di mata keluarganya.

Setiap hari batinku tertekan dengan keangkuhan mereka. Linangan air mata mengalir di setiap doaku. Hanya Allahlah tempatku mengadu. Biarlah kusimpan sendiri derita ini. Satu setengah tahun aku tinggal bersama mereka, tapi belum juga ada ketenangan. Maka aku minta izin untuk tinggal bersama orang tuaku lagi.

Kini aku tinggal di rumah kedua orang tuaku, dan anakku pun sudah memasuki usia sekolah. Sejak aku meninggalkan rumah mertua, tiada komunikasi sama sekali antara aku dan suamiku, walau hanya lewat surat atau telepon. Tidak hanya itu, aku pun sudah tidak lagi dikirimi uang belanja.

Entah apa yang telah terjadi pada diri suamiku, hingga dia jadi berubah. Mungkinkah telah timbul fitnah di antara kami? Ya Allah, kuatkanlah hamba dengan semua ini.

Dalam hati aku sering bertanya-tanya, apa salahku, apa dosa anakku, mengapa kami disia-siakan seperti ini? Anakku butuh biaya sekolah, bagaimana aku mencari uang untuk memenuhi kebutuhan kami? Simpanan perhiasan yang kumiliki telah habis untuk biaya anakku. Selanjutnya, untuk kebutuhan sehari-hari aku berjualan jajan, tapi itu pun belum cukup.

Di saat keadaanku seperti itu, datang berita tentang suamiku yang membuat hancur hatiku sebagai seorang istri maupun ibu. Aku mendengar bahwa suamiku telah beristri lagi, bahkan sudah memiliki seorang anak berusia 1 tahun yang dinamai dengan nama anak kami.

Kutatap erat wajah anakku. Malang sekali nasibmu, Nak. Ayahmu telah menyia-nyiakanmu, padahal engkau butuh kasih sayangnya dan masa depan yang jelas.

Pernah anak kami menangis ingin bertemu ayahnya. Bergetar hatiku saat itu, tiada keberanian sedikit pun untuk menghubunginya. Tapi karena tak kuat dengan rengekannya, akhirnya kuhubungi juga ayahnya.

Si bocah mulai bicara tanpa kutuntun, “Yah, adek minta uang buat jajan. Adek sudah sekolah.” Tiba-tiba anak itu menangis dengan kerasnya, ternyata si ayah telah menutup telpon tanpa memberikan jawaban.

Ya Allah, kuatkanlah kami, lapangkanlah hati kami menghadapi semua ini. Si kecil menangis terus selama tiga hari, mungkin dia teringat akan kelakuan ayahnya. Hati ibu mana yang tidak sakit menyaksikan anaknya dizhalimi oleh ayahnya sendiri? Dia belum tahu apa-apa, tak selayaknya dia ikut mengemban derita hati ini.

Pupus sudah semua harapanku untuk menjadi istrinya lagi. Sudah tidak ada komunikasi lagi di antara kami. Entah apa nama pernikahan kami. Kalau dalam hukum agama, ada hak bagiku untuk meminta thalaq (cerai) dengannya. Tapi bagaimana dengan masa depan anakku? Akhirnya aku putuskan untuk menerima semua ini dengan tawakkal dan doa. Hanya itu yang bisa aku lakukan. Jujur saja, bila mengingat anakku, aku ingin suatu saat suamiku kembali pada kami.

Entah apa yang akan terjadi setelah ini. Aku berharap ada hikmah di balik semua cobaan ini. Sesungguhnya setelah kesukaran itu ada kemudahan. Bagi para pembaca doakan kami, supaya bisa bersatu lagi.

Sepucuk suratku buatnya,

Kanda … suamiku,

Kami berdua merindukanmu

Kami rindu kasih sayangmu

Kami butuh perlindunganmu

Kembalilah Sayang

Kami akan menerimamu apa adanya

Mari kita bangun lagi bahtera ini

Demi anak kita yang masih membutuhkanmu

Sayang …

Pintu rumah kami terbuka selalu

Maafkan atas kesalahanku demi bocah ini …

Kalaupun tiada cinta lagi, lepaskanlah ikatan ini

Aku ikhlas bila itu yang terbaik…

Dinda

(Ummu Luthfi)

kisahnyata majalah Nikah Januari 2006 dicuplik dari http://www.arifardiyansah.wordpress.com

Leave a comment »

Aku Menuggumu…

Aku Menuggumu… Juni 18, 2007

“Afwan Ukhti, semoga ini tidak melukai Anti dan keluarga Anti. Ana pikir sudah saatnya ana memberi keputusan tentang proses kita. Ya….seperti yang Anti ketahui bahwa selama ini ana telah berusaha melobi orang tua dengan beragam cara. Mulai dari memahamkan konsep nikah ‘vesi’ kita, memperkenalkan Anti pada mereka hingga melibatkan orang yang paling ayah percaya untuk membujuk ayah agar mengizinkan ana untuk menikahi Anti. Namun hingga sekarang nggak ada tanda-tanda mereka akan melunak, jadi menurut ana….sebaiknya ana mundur saja dari proses ini!” Dana diam sejenak untuk menunggu respon dari seberang, tapi hingga beberapa detik tidak ada tanggapan. “Perlu Anti ketahui bahwa orang tua ana sebenarnya sudah tidak keberatan dengan Anti. Hanya saja timingnya yang belum tepat. Ayah ana khawatir ana tidak mampu menafkahi Anti jika belum bekerja. Apalagi Anti juga masih kuliah. Jadi ana rasa, ahsan kita nggak ada komitmen dulu hingga keadaannya membaik! Anti nggak keberatan khan, Ukhti?”

“Keberatan….?Alhamdulillah nggak! Namun kalau ana boleh kasih saran; apa tidak lebih baik kalau kita terus melobi sambil tetap proses saja. Soalnya khan kita sudah mantap satu sama lain, nggak enak kalau mundur di saat seperi ini. Apalagi permasalahannya sudah mulai mengerucut ke arah ma’isyah saja. Anta pasti masih ingat gimana sulitnya start awal kita membujuk orang tua, rasanya semua kriteria kita ditolak. Segala keterbatasan kita jadi aib yang sangat besar, pokoknya semua jalan sepertinya sudah tertutup rapat. Namun kenyataannya hanya dalam waktu dua minggu kita bisa mengeliminir semua syarat menjadi satu syarat saja: PEKERJAAN!” Dini, gadis tegar itu akhirnya bicara juga. “Akhi….kita hanya tinggal selangkah, tetaplah berikhtiar dan jangan putus asa. Bukankah Allah Maha membolak-balikkan hati?”

“Benar, ana paham soal itu, ana memang akan tetap melobi orang tua ana, akan tetapi kalau kita terikat, ana khawatir menghalangi Anti proses dengan ikhwan lain yang lebih kaffaah dari ana. Lagi pula ana khawatir tidak bisa menjaga hati.”

“Takut menghalangi ana untuk proses dengan ikhwan lain? Itu khan urusan Allah bukan urusan Anta! Kewajiban Anta sekarang adalah berjuang mempertahankan sesuatu yang Anta sudah mantap dengannya. Hasil istikharah itu nggak mungkin salah. Tinggal bagaimana cara kita mengaplikasikannya saja.” Hening sejenak…

”Ya…tapi kalau memang Akhi sudah merasa syak terhadap ana dan mantap untuk mundur, alhamdulillah. Insyaallah ana akan dukung sepenuhnya.”

“Nggak!” Reflek Dana berteriak. “Astaghfirullah al-‘adzim, afwan maksud ana, ana -sama dengan keluarga ana- sudah tidak ada syak pada Anti. Kami sangat menyukai Anti dan keluarga Anti. Selain itu ana juga takut perasaan ini semakin dalam. Ana ini hanya hamba yang dhoif yang masih kesulitan mengekang hawa nafsu.” Dana berhenti lagi, dadanya terasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ia merasa malu pada Allah atas kelalaiannya. Jatuh cinta!

“Halo…!!” Dini merasa Dana diam terlalu lama. Dia tidak tahu kalau pemuda itu sedang menangis. Tapi dia mengerti apa yang sedang terjadi padanya. “Ya udah…kalau begitu sekarang kita sepakat untuk membatalkan proses ini!! Setelah ini Insyaallah kita tidak akan lagi berhubungan kecuali untuk keperluan syari yang sangat darurat, iya kan?” Dini sengaja memberi jeda agar Dana bicara, tapi ikhwan itu memilih terus diam.

“Akhi…kita tetap baik ya! Silaturahmi dengan keluarga harus tetap dijaga, jangan suudzon pada ayah dan bunda karena bisa jadi keputusan mereka adalah salah satu jalan Allah untuk menguji kita.” Dini berhenti lagi tapi Dana masih enggan berkomentar. “La tahzan, ya Akhi… Insyaallah kalau kita niatkan semuanya demi keridhaan Allah, maka Dia akan mencatat bagi kita pahala yang besar. Afwan jika selama proses ta’aruf ini… ana, teman-teman dan keluarga ana banyak melakukan kekhilafan. Ana mewakili mereka dan diri ana sendiri untuk memohon maaf pada Anta. Bersabarlah karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar…” Samar, Dini mendengar isak tangis di seberang. Dia nyaris tidak percaya…

“Semoga ini bisa menjadi mahar cinta kita pada Allah dan semoga Akhi mendapat ganti yang lebih baik… Amin.” Suara isak tangis makin terdengar jelas.

“Akhi… kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, tafadhol diakhiri!” tidak ada tanggapan.

“Hallo…!!?. Ya udah, kalau gitu biar ana yang tutup telponnya, ya…?” Sepi. “Assalamualikum!” Klik. Percakapan di antara mereka berakhir, tapi Dana baru menyadarinya. Dia segera bergegas mengambil air wudhu dan salat. Jujur, sebenarnya dia sudah sangat mantap dengan mantan calon istrinya itu… Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan akhwat itu kalau dirinya belum bisa menafkahi dengan layak. Padahal Dini dan keluarganya tidak mempermasalahkan tentang hal itu. Mereka sangat welcome padanya. Ah… mungkin ini sudah takdirnya. Mungkin Allah melihat bahwa akhwat itu terlalu baik untuk dirinya. Mungkin seharusnya akhwat sekaliber dia, mendapatkan ikhwan yang jauh lebih baik dari dirinya. Dia benar-benar merasa tidak level!!

“Ya… ikhwan lemah sepertiku, mana mungkin mendapatkan seorang Dini. Populer tapi tetap rendah hati, tegar, bijaksana, wara’, zuhud, qonita, qonaah… Pokoknya semua sifat baik ada padanya. Sedangkan aku… Naudzubillah mindzalik, semoga aku nggak akan menyakiti akhwat lain setelah ini. Astaghfirullah al-‘azhim… apa yang telah kusombongkan selama ini? sudah ikut Mulazamah bertahun-tahun tapi masih belum berani mengamalkan ilmu yang didapat sedikit pun. Katanya percaya bahwa orang yang menikah pasti akan dijamin rizqinya oleh Allah, ternyata aku tidak lebih hanya seorang ikhwan yang pengecut.” Dana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa tak berarti. “Dulu.., aku pernah begitu khusyu’ berdoa pada Allah agar dipertemukan dengan akhwat salihah yang tidak banyak permintaan seperti dia. Sekarang ketika sudah dapat, malah kusia-siakan. Kini aku sadar bahwa Allah selalu mengabulkan permohonan hamba-Nya. Manusialah yang selalu kufur pada Rabb-nya.”

-000-

Di tempat yang berbeda, Dini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dia tetap ceria seperti biasanya. Ya… seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kecewa jelas ada, karena Dini juga hanya manusia biasa. Namun dia bisa mengemas kekecewaannya dengan manis, membuat kesedihannya menjadi sesuatu yang lumrah dari proses kehidupan. Dia percaya bahwa hatinya tidak mungkin berbohong dan janji Allah pasti terjadi. Maka sesulit apa pun kondisi yang dihadapinya saat itu, dia mencoba untuk tetap tersenyum. Jujur, aku bangga padanya. “Aku sudah mantap dengannya, Kak. Aku yakin dialah jodohku. Aku akan terus menunggunya…”

-000-

Sepekan kemudian, Dana menitipkan biodata ikhwan lain yang merupakan teman dekatnya untuk diberikan pada Dini. Menurutnya ikhwan itu bisa membahagiakan Dini karena sudah matang dan punya pekerjaan tetap. Jelas, aku tahu bahwa pendapatnya keliru. Dini bukan mengharap ikhwan yang matang dan mapan. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja. Diniku tidak akan bahagia hanya dengan harta dan tahta. Namun, tak urung kuterima juga biodata itu. Dan bisa ditebak, bagaimana reaksi Dini saat kuberikan empat lembar kertas berukuran A4 itu. Dini menggeleng pasti.

“Anti coba istikharah dulu. Barangkali semuanya bisa berubah..” bujukku.

Jazaakumullah khoir, tapi… afwan tolong jangan paksa ana, Kak!”

-000-

Ikhwah fillah, mungkin sebagian Anda akan menganggap Dana sebagaimana penilaian Dana terhadap dirinya sendiri. Pengecut, munafik, jahil dan sifat-sifat buruk yang lainnya. Tapi bagi saya, Dana tidaklah seburuk itu. Justru sebaliknya, Dana dalam pandangan saya adalah ikhwan yang hanif. Dia berani mengambil risiko dengan mundur dari proses dan memilih untuk bersabar melawan nafsunya. Padahal kalau dia mau, dengan sikap Dini yang penurut, dia bisa saja minta untuk tetap meneruskan hubungan dengan gadis pilihannya itu. Namun dia tahu bahwa di atas segalanya, Allahlah yang patut untuk lebih dicintai.

Dana yakin bahwa jodoh adalah kekuasaan Allah dan Dia telah menetapkannya lima puluh ribu tahun sebelum semesta ada. Dia tahu kalau jodoh pasti akan ketemu lagi, bagaimanapun caranya. Mungkin Dini tidak akan pernah tahu kalau biodata yang kusodorkan kemarin adalah kiriman Dana. Mungkin Dana juga tidak akan pernah tahu kalau ternyata Dini akan terus menunggunya. Dan mereka juga tidak boleh tahu bahwa diam-diam aku selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Entah bagaimana ending kisah ini nantinya, yang pasti aku selalu berharap agar masing-masing dari mereka mendapatkan ganti yang lebih baik. Segera…

-000-

29 Nopember 2005

Untuk semua ikhwah yang sedang menunggu, sabar ya…

Disarikan dari Kisahnyata Majalah Nikah Februari 2006 dicuplik dari http://www.arifardiyansah.wordpress.com

Leave a comment »

Paket Murah Majalah Nikah

Pemesanan sms:

0852 2840 2723

Anda ingin mengoleksi majalah Nikah edisi lama dengan harga miring?

  • PESUGIHAN MOU DENGAN SETAN
  • MELAJANG, APA ENAKNYA
  • LELAKI MAU MENANG SENDIRI
  • HARUSKAH KITA BERPISAH?
  • AYAHKU SUAMIKU
  • POLIGAMI ANUGERAH ALLAH YANG TERZHALIMI
  • MENGKRITISI NIKAH LINTAS AGAMA
  • BEGINI SEHARUSNYA MEMILIH SUAMI
  • KUTUNGGU PINANGANMU
  • GUNA-GUNA PEMIKAT CINTA
  • KENAPA PRIA BIMBANG MENIKAH
  • SIAPA BILANG AKU TAKUT MENIKAH?
  • MENJEMPUT JODOH LEWAT COMBLANG
  • PONDOK MERTUA INDAH
  • TETANGGA BAIK TETANGGA BURUK
  • AGAR KONFLIK BERAKHIR CANTIK
  • SILATURRAHIM TUMBUHKAN CINTA
  • CUKUPKAH 2 ANAK SAJA?
  • JANDA PUN BISA MENIKAH LAGI?
  • BILA WANITA TAK PINTAR MASAK
  • AKIBAT WANITA MALAS DANDAN

Satu harga Rp.

2500,-

Partai besar ada diskon

Cukup dengan SMS ke 085228402723

Barang di antar setelah transfer

Comments (1) »

Satu Harga Rp.

Rp. 55.000,-

(sudah termasuk ongkos kirim kecuali Papua + ongkos kirim Rp. 20.000,-)

Leave a comment »

Nama produk:
Sutra Ungu – Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam (hard cover)
Harga:

Rp 50.000,-

Spesifikasi

Penulis:
Abu Umar Basyir
Penerbit:
Rumah Dzikir
Cetakan ke:
BEST SELLER

Deskripsi
Sedemikian menyeluruh Islam telah mengatur urusan hamba-Nya. Dan sebenarnyalah, tiada agama sesempurna Islam. Tiada agama yang demikian rinci mengatur prilaku pemeluknya dari masalah kenegaraan hingga bagaimana cara berhubungan intim antara pasangan suami istri.

Benar, Islam telah mengatur berbagai seluk beluk dan permasalahan seks, hal yang kiranya telah dianggap tabu oleh sebagian besar kaum muslimin. Dan betapa masalah yang selama ini serasa bagai misteri, kini terkuak jelas dalam naskah-naskah para ulama.

Berhubungan intim dengan suami atau istri adalah kebutuhan pokok manusiawi dan sekaligus praktik ibadah seorang hamba. Sementara, sebuah praktik ibadah wajib dilaksanakan sesuai dengan wahyu Ilahi dan penjelasan Rasulullah.

DAFTAR ISI
Pengantar Penerbit
Sekapur Sirih
Seks, Apakah Sedemikian Urgennya?
Seks adalah Bagian Penting Suatu Pernikahan
Ketidakmengertian tentang Pentingnya Kepuasan Seks
Warna-Warni Pandangan Umat Tentang Seks
Malu Berbicara Seks

Pelajaran Pertama:

Tentang Orgasme
Susahnya Wanita
Panduan Mendapatkan Orgasme
Mempertahankan Ritme
Antara Orgasme dan Kepuasan Seks

Pelajaran Kedua: Tentang Pemanasan

Pelajaran Ketiga:

Posisi dan Variasi
Seks di Simpang Jalan
Ejakulasi Dini
Manajemen Impotensi
Oral Seks?
Fantasi Seks, Kamasutra dan Video Penggugah
Dinginnya Sebuah Frigiditas
Stamina Payah?
Khasiat Makanan Penggugah Gairah
Tips Menjaga Kebugaran
Tiga Kali Sehari, Siap Action?
Saat Tepat Melakukan Hubungan Seks
Wanita Lebih Butuh Ketenangan
Antusiasme Suami Istri, Perlu Itu!
Siapa yang Memulai?

Leave a comment »

085228402723

Leave a comment »

Leave a comment »

PANDUAN LENGKAP NIKAH (dari A sampai Z)


Panduan Lengkap Nikah (dari A sampai Z) : Pustaka Ibnu Katsir Pengarang: Abu Hafs Usamah bin Kamal bin Abdir Razaq Penerbit: PUSTAKA IBNU KATSIR Berat: 0,6 kg
harga: 90.000

Pembelian hubungi: 085228402723

Leave a comment »

SABUN HERBAL ALAMI “TAZAKKA” Pemesanan Hub: 0852 2840 2723

Keindahan Kulit sangat diidam-idamkan oleh sebagian orang. Banyak orang membeli sabun dengan kandungan kimia yang membahayakan. Kembalilah kepada sabun herbal alami. Kami berikan kepada Anda beberapa produk sabun herbal yang diproduksi oleh Tazakka yang insyaallah bagus untuk digunakan saat mandi demi keindahan kulit Anda.
Sabun Herbal Susu Rp. 5,500
Sabun Herbal Bunga Mawar 5,500
Sabun Herbal Mangir Rp. 5,500
Sabun Herbal Zaitun Rp. 5,500
Sabun Herbal Sari Rapet Rp. 5,500
Sabun herbal Habatussauda Rp. 6,500
Sabun Herbal Madu Rp. 5,500
Sabun Herbal Sari Bengkoang Rp. 5,500
Ketentuan;
Pembelian minimal 25 buah, harga belum termasuk ongkos kirim
Diskon istimewa untuk pembelian di atas 100 buah, ketentuan Diskon:
– Pembelian di atas 50 buah diskon 10%
– Pembelian di atas100 botol diskon 20%
Anda berminat membeli produk di atas, bisa menghubungi 0852 2840 2723.

Leave a comment »